Ancient Greek Story


Yunani Kuno adalah peradaban dalam sejarah Yunani yang dimulai dari periode Yunani Arkais pada abad ke-8 sampai ke-6 SM, hingga berahirnya Zaman Kuno dan dimulainya Abad Pertengahan Awal. Peradaban ini mencapai puncaknya pada periode Yunani Klasik, yang mulai berkembang pada abad ke-5 sampai ke-4 SM. Pada periode klasik ini Yunani dipimpin oleh negara-kota Athena dan berhasil menghalau serangan Kekaisaran Persia. Masa keemasan Athena berakhir dengan takluknya Athena kepada Sparta dalam Perang Peloponnesos pada tahun 404 SM. Seiring penaklukan oleh Aleksander Agung, kebudayaan Yunani, yang dikenal sebagai peradaban Hellenistik, berkembang mulai dari Asia Tengah sampai ujung barat Laut Tengah.
Istilah "Yunani Kuno" diterapkan pada wilayah yang menggunakan bahasa Yunani pada Zaman Kuno. Wilayahnya tidak hanya terbatas pada semenanjung Yunani modern, tapi juga termasuk wilayah lain yang didiami orang-orang Yunani, di antaranya Siprus dan Kepulauan Aigea, pesisir Anatolia (saat itu disebut Ionia), Sisilia dan bagian selatan Italia (dikenal sebagai Yunani Besar), serta pemukiman Yunani lain yang tersebar sepanjang pantai Kolkhis, Illyria, Thrakia, Mesir, Kyrenaika, Galia selatan, Semenanjung Iberia timur dan timur laut, Iberia, dan Taurika.
Oleh sebagian besar sejarawan, peradaban ini dianggap merupakan peletak dasar bagi Peradaban Barat.Budaya Yunani memberi pengaruh kuat bagi Kekaisaran Romawi, yang selanjutnya meneruskan versinya ke bagian lain Eropa. Peradaban Yunani Kuno juga sangat berpengaruh pada bahasa, politik, sistem pendidikan, filsafat, ilmu, dan seni, mendorong Renaisans di Eropa Barat, dan bangkit kembali pada masa kebangkitan Neo-Klasik pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa dan Amerika.


Kronologi

Tidak ada keepakatan yang tetap dan universal mengenai waktu awal dan akhir masa Antikuitas Klasik. Biasanya dimulai sejak abad ke-8 SM sampai abad ke-6 M, atau sekitar 1300 tahun.
Antikuitas Klasik di Yunani didahului oleh Zaman Kegelapan Yunani (1100 - 750 SM), yang secara arkeologis dicirikan dengan gaya tembikar protogeometris dan geometris, yang dilanjutkan oleh Periode Oriental, yaitu pengaruh yang kuat terhadap Yunani dari budaya Suriah-Hittit, Asiria, Punisia dan Mesir.
Secara tradisional, periode Arkais di Yunani kuno dimulai dari kuatnya pengaruh Oriental pada abad ke-8 SM, yang merupakan salah satu faktor yang menjadikan Yunani memiliki huruf alfabet sendiri. Dengan alfabet, muncullah karya tulis Yunani kuno, yang paling terkenal adalah buatan Homeros dan Hesiodos. Setelah periode Arkais, dimulailah periode Klasik sekitar 500 SM, yang pada gilirannya dilanjutkan oleh periode Hellenistik setelah kematian Aleksander Agung pada 323 SM.
Sejarah Yunani pada Antikuitas Klasik dapat dibagi menjadi beberapa periode berikut:
Historiografi
Periode bersejarah di Yunani kuno adalah unik dalam sejarah dunia karena merupakan periode pertama yang dibuktikan dengan adanya historiografi yang layak, sedangkan protosejarah dan sejarah kuno yang lebih awal lebih banyak diketahui melalui bukti situasional, misalnya annal, atau daftar raja, dan epigrafu pragmatis.
Herodotos dikenal secara luas sebagai "bapak sejarah", judul karyanya, Historia, menjadi asal kata untuk history. Karya Herodotos ditulis antara 450 SM sampai 420 SM dan cakupannya mencapai satu abad ke belakang, membahas tokoh-tokoh bersejarah dari abad ke-6 seperti Darius I dari Persia, Kambises II dan Psamtik III, serta menyinggung beberapa tokoh dari abad ke-8 semisal Kandaules.
Herodotos dilanjutkan oleh para penulis semacam Thukydides, Xenophon, Demosthenes, Plato dan Aristoteles. Sebagian besar dari ara penulis ini adalah orang Athena atau pro-Athena, sehingga sejarah dan politik kota Athena lebih banyak diketahui dariapada kota-kota lainnya. Cakupan mereka terbatas pada sejarah diplomasi, milier, dan politik, dan mengabaikan sejarah ekonomi dan sosial.

Yunani Arkais
Guci Dipylon dari periode Geometris akhir, permulaan periode Arkais, sekitar 750 SM.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Yunani Arkais
Periode Arkais dimpulai pada abad ke-8 SM, ketika Yunani mulai bangkit dari Zaman Kegelapan yang ditandai dengan keruntuhan peradaban Mykenai. Peradaban baca-tulis telah musnah dan aksara Mykenai telah dilupakan, akan tetapi bangsa Yunani mengadopsi alfabet Punisia, memodifikasinya dan menciptakan alfabet Yunani. Sekitar abad ke-9 SM catatan tertulis mulai muncul.Yunani saat itu terbagi-bagi menjadi banyak komunitas kecil yang berdaulat, terbentuk sesuai pola geografis Yunani, dimana setiap pulau, lembah, dan dataran terpisah satu sama lain oleh laut atau pengunungan.
Perang Lelantin (710–650 SM) adalah konflik yang berlangung pada masa ini dan merupakan perang tertua yang berhasil terdokumentasikan dari masa Yunani kuno. Konflik ini adalah pertikaian antara Polis (negara kota) Khalkis dan Eretria dalam memperebutkan tanah Lelantina yang subur di Euboia. Kedua kota itu menderita kemunduran akibat lamanya perang, meskipun Khalkis menjadi pemenangnya.
Kaum saudagar berkembang pada paruh pertama abad ke-7 SM, ditunjukkan dengan diperkenalkannya mata uang koin sekitar 680 SM. Hal ini nampaknya menimbulkan ketegangan pada banyak negara kota. Rezim kaum aristokrat yang secara umum memerintah polis kini terancam oleh para saudagar kaya, yang pada gilirannya menginginkan juga kekuasaan politik. Sejak tahun 650 SM, para aristikrat harus berusaha supaya tidak digulingkan dan digantikan oleh tiran populis. Kata ini berasal dari kata Yunani non-peyoratif, τύραννος "("tyrannos"), bermakna 'penguasa tidak sah', meskipun gelar ini berlaku baik untuk pemimpin yang bagus maupun yang buruk.
Populasi yang bertambah dan kurangnya lahan nampaknya telah memicu perselisihan internal antara kaum kaya dan kaum miskin di banyak negara kota. Di Sparta, Perang Messenia terjadi dan akibatnya Messenia ditaklukan dan penduduknya dijadikan budak. Perang ini dimulai pada paruh kedua abad ke-8 SM, dan merupakan suatu tindakan tanpa pendahulu di Yunani kuno. Praktik ini memungkinkan terjadinya revolusi sosial. Penduduk yang diperbudak, yang kemudian disebut helot, dipaksa untuk bertani dan bekerja untuk rakyat Sparta, sementara semua lelaki Sparta menjadi prajurit dan masuk ke dalam Pasukan Sparta. Ini telah menjadikan Sparta sebagai negara yang termiliterisasi secara permanen. Bahkan orang kaya juga harus hidup dan berlatih sebagai prajurit seperti halnya kaum miskin. Penyetaraan ini bertujuan mengurangi potensi terjadinya konflik sosial antara kaum kaya dan kaum miskin. Reformasi ini disebut-sebut dilakukan oleh Lykurgos dari Sparta dan kemungkinan selesai pada 650 SM.
Athena menderita krisis tanah dan pertanian pada akhir abad ke-7 SM dan lagi-lagi mengalami perang saudara. arkhon (hakim kepala) Drako membuat beberapa perubahan terhadap kode hukum pada 621 SM, tapi tindakan ini gagal meredakan konflik. Pada akhirnya reformasi terjadi berkat Solon (594 SM), yang memperbanyak tanah untuk orang miskin tapi menempatkan kaum aristokrat sebagai pemegang kekuasaan. Reformasi ini cukup membuat Athena stabil.
Pada abad ke-6 SM beberapa negara kota telah tumbuh menjadi kekuatan dominan Yunani, antara lain Athena, Sparta, Korinthos, dan Thebes. Masing-masing menaklukkan wilayah pedesaan dan kota kecil sekitarnya. Sementara Athena dan Korinthos juga menjadi kekuatan maritim dan perdagangan terkemuka.
Pertumbuhan penduduk yang pesat pada abad ke-8 dan ke-7 SM telah mengakibatkan perpindahan penduduk Yunani ke koloni-koloninya di Yunani Besar (Italia selatan dan Sisilia), Asia Minor dan wilayah lainnya. Emigrasi ini berakhir pada abad ke-6 yang pada saat itu dunia Yunani, secara budaya dan bahasa, mencakup kawasan yang jauh lebih luas dari negara Yunani sekarang. Koloni Yunani ini tidak diperintah oleh kota pembangunnya, meskipun mereka tetap menjalin hubungan keagamaan dan perdagangan.
Pada periode ini, perkembangan yang pesat dalam bidang ekonomi terjadi di Yunani dan juga di daerah-daerah koloninya, yang menikmati kemajuan dalam perdagangan dan manufaktur. Periode ini juga ditandai dengan meningkatnya standar hidup di Yunani dan koloninya. Beberapa studi memperkirakan bahwa rata-rata ukuran rumah tangga Yunani, pada periode 800 SM sampai 300 SM, meningkat sampai lima kali lipat, yang mengindikasikan adanya peningkatan tajam dalam hal pendapatan para penduduknya.
Pada paruh kedua abad ke-6 SM, Athena jatuh dalam cengkeraman tirani Peisistratos dan putranya; Hippias dan Hipparkhos. Akan tetapi pada tahun 510 SM pada pelantikan aristokrat Athena Keisthenes, raja Sparta Kleomenes I membantu rakyat Athena menggulingkan sang tiran. Setelah itu Sparta dan Athena berulang kali saling serang, pada suatu saat Kleomenes I mengangkat Isagoras yang pro-Sparta menjadi arkhon Athena. Untuk mencegah Athena menjadi negara boneka Sparta, Kleisthenes meminta warga Athena untuk melakukan suatu revolusi politik: bahwa semua warga Athena memiliki hak dan kewajiban politik yang sama tanpa memandang status: dengan demikian Athena menjadi "demokrasi". Gagasan ini disambut oleh warga Athena dengan bersemangat sehingga setelah berhasil menggulingkan Isagoras dan menerapkan reformasi Kleisthenes, Athena dengan mudah berhasil menangkal tiga kali serangan Sparta yang berusaha mengembalikan kekuasaan Isagoras.Bangkitnya demokrasi memulihkan kekuatan Athena dan memicu dimulainya 'masa keemasan' Athena.

Yunani Klasik
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Yunani Klasik
Koin Athena awal, menggambarkan kepala dewi Athena dan burung hantu Athena di sebaliknya - abad ke-5 SM.
Liga Delos ("Kekaisaran Athena"), sebelum Perang Peloponnesos pada 431 SM.

Abad ke-5 SM
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Yunani-Persia dan Perang Peloponnesos
Athena dan Sparta bersekutu untuk menghadapi ancaman asing yang sangat kuat dan berbahaya, Kekaisaran Persia. Setelah menindas Pemberontakan Ionia, Kaisar Darius I dari Persia, Maharaja Kekaisaran Akhemeniyah memutuskan untuk menaklukan Yunani. Serangan Persia pada tahun 490 SM diakhiri dengan kemenangan Athena dalam Pertempuran Marathon dibawah kepemimpina Miltiades Muda.
Xerxes I, putra dan pewaris Darius I, mencoba kembali menaklukan Yunani 10 tahun kemudian. Akan tetapi pasukan Persia yang berjumlah besar menderita banyak korban dalam Pertempuran Thermopylae, dan persekutuan Yunani menang dalam Pertempuran Slamis dan Pertempuran Plataia. Perang Yunani-Persia berlangsung hingga 449 SM, dipimpin oleh Athena serta Liga Delosnya, pada saat ini Makedonia, Thrakia, dan Kepulauan Aigea serta Ionia semua terbebas dari pengaruh Persia.
Posisi dominan kemaharajaan maritim Athena mengancam posisi Sparta dengan Liga Peloponnesos-nya, yang meliputo kota-kota di daratan Yunani. Konflik tak terhindarkan ini berujung pada Perang Peloponnesos (431-404 SM). Meskipun berulang kali berhasil menghambat perang, Athena berulang kali terpukul mundur. Wabah Wabah penyakit yang menimpa Athena pada 430 SM disusul kegagalan ekspedisi militer ke Sisilia sangat melemahkan Athena. Diduga sepertiga warga Athena tewas, termasuk Perikles, pemimpin mereka.[14]
Sparta berhasil memancing pemberontakan para sekutu Athena, dan akhirnya melumpuhkan kekuatan militer Athena. Peristiwa penting terjadi pada 405 SM ketika Sparta berhasil memotong jalur suplai pangan Athena dari Hellespont. Terpaksa menyerang, armada angkatan laut Athena yang pincang dihancurkan oleh pasukan Sparta dibawah pimpinan Lysandros dalam Pertempuran Aigospotami. Pada 404 SM Athena mengajukan permohonan perdamaian, dan Sparta menentukan persyaratannya; Athena harus kehilangan tembok kotanya (termasuk Tembok Panjang), armada lautnya, dan seluruh koloninya di seberang laut.

Abad ke-4 SM
Yunani memasuki abad ke-4 SM dibawah hegemoni Sparta, akan tetapi jelas dari awal bahwa Sparta memiliki kelemahan. Krisis demografi menyebabkan kekuasaan Sparta terlalu meluas sedangkan kemampuannya terbatas untuk mengelolanya. Pada 395 SM Athena, Argos, Thebes, dan Korinthos merasa mampu menantang dominasi Sparta, yang berujung pada Perang Korinthios (395-387 SM). Perang ini berakhir dengan status quo, dengan diselingi intervensi Persia atas nama Sparta.
Hegemoni Sparta berlangsung trus selama 16 tahun setelah peristiwa itu, hingga Sparta berusaha memaksakan kehendanya kepada warga Thebes, Sparta kalah telak dalam Pertempuran Leuktra pada tahun 371 SM. Jenderal Thebes Epaminondas memimpin pasukan Thebes memasuki semenanjung Peloponesos, sehingga banyak negara-kota memutuskan hubungannya dengan Sparta. Pasukan Thebes berhasil memasuki Messenia dan membebaskan rakyatnya.
Kehilangan tanah dan penduduk jajahan, Sparta jatuh menjadi kekuatan kelas dua. Hegemoni Thebes kemudian berdiri meski berusia singkat. Dalam Pertempuran Mantinea pada tahun 362 SM melawan Sparta dan sekutunya, Thebes kehilangan pemimpin pentingnya, Epamonides, meskipun mereka meraih kemenangan. Akibat kekalahan ini, baik Thebes maupun Sparta sama-sama menderita kerugian besar sehingga tak satupun di antara mereka atau sekutunya yang dapat meraih dominasi di Yunani.
Melemahnya berbagai negara-kota di jantung Yunani terjadi bersamaan dengan bangkitnya Makedonia, yang dipimpin oleh Philippos II. Dalam waktu dua puluh tahun, Philipos berhasil mempersatukan kerajaannya, memperluasnya ke utara dengan memojokkan suku-suku Illyria, dan kemudian menaklukkan Thessalia dan Thrakia. Kesuksesannya terjadi berkat inovasinya, yang mereformasi pasukan Makedonia. Berulang kali Philippos campur tangan dalam urusan politik negara-kota di selatan, yang berujung pada invasinya pada tahun 338 SM.
Setelah mengalahkan gabungan tentara Athena dan Thebes secara telak dalam Pertempuran Khaironeia pada tahun 338 SM, Philippos secara de facto menjadi hegemon seluruh Yunan, kecuali Sparta. Ia memaksa mayoritas negara-kota Yunani untuk bergabung ke dalam Liga Korinthos dan bersekutu dengannya, serta mencegah mereka saling menyerang. Philiposp memulai serangan terhadap Kekaisaran Akhemeniyah, akan tetapi ia dibunuh oleh Pausanias dari Orestis pada awal konflik.
Aleksander Agung, putra dan pewaris Philippos, melanjutkan perang. Aleksander mengalahkan Darius III dari Persia dan menghancurkan Kekaisaran Akhemeniyah sepenuhnya, serta memasukkannya ke dalam Kekaisaran Makedonia. Karena kehebatannya, ia memperoleh gelar 'Agung'. Kerika Aleksander wafat pada 323 SM, kekuasaan dan pengaruh Yunani berada pada puncaknya. Terjadi perubahan politik, sosial dan budaya yang mendasar; semakin menjauh dari polis (negara-kota) dan lebih bekembang menjadi kebudayaan Hellenistik.

Yunani Hellenistik
Periode Hellenistik bermula pada 323 SM, ditandai dengan berakhirnya penaklukan Aleksander Agung, dan diakhiri dengan penaklukan Yunani oleh Republik Romawi pada 146 SM. Meskipun demikian berdirinya kekuasaan Romawi tidak memutuskan kesinambungan sistem sosial kemasyarakatan dan budaya Yunani, yang tetap tidak berubah hingga bangkitnya agama Kristen, yang menandai runtuhnya kemerdekaan politik Yunani.

Jejak Sejarah kota medan dari kota cina?

                     

SITUS SEJARAH KOTA CINA:
MENELUSURI JEJAK PERDAGANGAN DI SUMATRA TIMUR

Pengantar
Bagi generasi tua Cina yang bermigrasi dari Daratan Tiongkok ke Pulau Sumatera ratusan tahun dan kemudian berdomisili di Medan, kawasan Kota Cina (Medan Labuhan) yang menyimpan banyak Benda Cagar Budaya asal negeri itu bukanlah sesuatu yang baru. Namun, bagi generasi sesudahnya, telebih-lebih mereka yang lahir dan besar di tengah “hiruk pikuk” pembangunan saat ini, apa dan bagaimana Kota Cina itu boleh jadi merupakan sesuatu yang asing atau baru kedengarannya.
Setidaknya gambaran ini dijumpai pada generasi sekarang yang hampir tidak mengetahui pentingnya situs Kota Cina bagi sejarah Indonesia. Kota Cina, berada di dataran rendah yang merupakan bagian lembah Deli di wilayah pantai Timur Sumatera. Terletak di posisi 30 43’ Lintang Utara dan 980 38’ Bujur Timur yang dapat dicapai dari Kota Medan setelah menyusuri tepi Sungai Deli sejauh 14 km ke arah Utara/Belawan, dan kemudian menyeberangi sungai Deli sejauh 2 km ke arah Barat. Terletak pada 1,5 meter dari permukaan laut (dpl) dan merupakan lahan rawa yang banyak dipengaruhi pasang surut air laut. Diyakini, kawasan ini memiliki kesibukan yang luar biasa sebagai Bandar pelabuhan besar berskala Internasional yang dikelola dibawah satu kekuatan administratif pada masa abad ke-11 M hingga 12 M.

Eksistensi Situs Kota Cina
Catatan resmi tentang keberadaan situs Kota Cina telah ada sejak tahun 1826, berkenaan dengan laporan Anderson yang pada tahun 1823 diperintahkan Gubernur Penang W. E. Philips melakukan perjalanan ke Sumatera Timur untuk survei politik ekonomi bagi kepentingan Inggris. Dalam laporannya diperoleh bahwa di kawasan ini terdapat batu besar bertulis yang tidak dapat dibaca oleh penduduk setempat. Selanjutnya, dalam Oudheikundig Verslag (OV) tahun 1914 keberadaan situs bersejarah ini kemudian disebut dengan Kota Cina.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap situs Kota Cina tersebut setidaknya ditemukan lokasi yang mengandung tinggalan arkeologi, diantaranya ditemukan berbagai sisa bangunan keagamaan yang berisi arca Budhis, dan arca yang bersifat Hindu, sisa pertukangan logam, sisa tempat tinggal di sekitar sampah kerang dan berbagai artefak lain berupa manik-manik, pecahan gelas, mata uang logam, sisa papan perahu, tembikar dan keramik (baik yang masih utuh maupun pecahan). Berdasarkan banyaknya temuan arkeologis tersebut membuktikan bahwa pada masa lalu Kota Cina berperan sebagai ”Pelabuhan” jalur perdangangan atau sisa aktifitas kemaritiman pada masa lalu di pesisir timur Sumatera (Koestoro dkk, 2004:31). Beberapa asumsi diajukan oleh peneliti bahwa penghunian dan kegiatan/aktifitas di Kota Cina berlangsung pada sekitar abad ke 11-12 M dan merupakan pusat niaga dengan jalinan dagang melalui pantai dan sungai. Asumsi ini berlangsung oleh upaya carbon datting terhadap keramik dan papan kayu perahu yang ditemukan di situs Kota Cina yang diketahui pembuatannya dari abad ke 12-13 (Wibisono, 1982). Asumsi juga dikuatkan dengan analisa terhadap temuan arca Budha, dilihat dari segi ikonografi menunjukkan kesamaan dengan gaya India Selatan (Tanjore) yang berasal abad ke 12-13 M (Suleiman, 1981). Analisa terhadap temuan keramik menunjukkan bahwa sebagian bersar keramik yang ditemukan di situs Kota Cina berasal dari abad ke 12-14 M. Jenis keramik yang paling banyak ditemukan di situs Kota Cina adalah jenis Celadon (green-glazed) yakni jenis keramik yang memiliki ciri-ciri umum berwarna hijau dengan bahan dasar utama stoneware. Puncak masa keemasan celadon adalah pada masa dinasti Sung abad ke 11-12 M, diproduksi masal untuk memenuhi kebutuhan perdagangan dan eksport (Ambary, 1984:66).
Jenis keramik lainya adalah keramik Chingpai, (white glaze wares) yang merupakan jenis keramik yang bahan dasarnya menggunakan stoneware dengan glasir warna putih/bening yang dihasilkan dari mineral silica yang kadang mengalami efek samping dari pembakaran pada suhu yang tinggi berupa retakan halus pada permukaan wadah yang sering disebut pecah seribu. Keramik Chingpai diproduksi pada masa dinasti Sung hingga Dinasti Yuan berkisar abad 12 hingga akhir abad ke 14. Di situs Kota Cina juga terdapat keramik Te Hua wares yakni jenis keramik yang mirip dengan keramik Chingpai, perbedaannya pada tingkat kekasaran perekat bahan serta kurang baiknya proses pembentukan akhir. Keramik ini banyak diproduksi pada dinasti Yuan sekitar abad 14. (Ambary, 1984: 69). Jenis lainnya adalah Coarse stone wares, adalah jenis keramik yang masih kasar dalam proses pembentukannya sehingga butiran pada bahan dasar yang berupa stoneware masih nampak, yang memberi kesan kasar bada bagian badan wadah.
Aktivitas Arkeologis berupa penelitian arkeologi dan geomorfologis maupun ekskavasi dimulai sejak tahun 1972 hingga tahun 1989 yang dilakukan oleh arkeolog berkebangsaan Inggris yakni Edmund E. Mc.Kinnon (1973, 1976, 1978), Mc. Kinnon et al., (1974), Bronson (1973), Suleiman (1976), Ambary (1978, 1979a, 1979b), Miksic, (1979), Wibisono (1981) dan Manguin (1989). Sayangnya setelah itu kegiatan penelitian untuk menggali lebih jauh dan merehabilitasi situs tersebut sebagai situs cagar budaya yang dilindungi pemerintah dengan undang-undang belum secara maksimal direalisasikan. Selain itu juga situs Kota Cina merupakan cagar budaya yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan jatidiri bangsa dan kepentingan Nasional sesuai Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang menyebutkan bahwa ”Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.”
Situs sejarah ini diyakini berdiri sejak abad ke-11-12 M yang dibuktikan dengan temuan-temuan keramik, tembikar maupun mata uang di lokasi dimaksud. Temuan-temuan spektakuler di situs Kota Cina dengan luas 36 Ha ini telah disimpan rapi di Museum Negeri Sumatera Utara berupa keramik, mata uang, batu berfragmen candi ataupun archa. Temuan-temuan hasil penggalian arkeologis di Kota Cina berupa stonewares dan earthenwares dari dinasti Sung, Yuan dan Ming, archa Wisnu dan Lakhsmi serta Budha, menjelaskan bahwa kawasan ini terpengaruh oleh Hindu dan Budha. Demikian pula, kontruksi candi yang terpendam sedalam 60 cm dibawah permukaan tanah. Disamping itu, ditemukan pula jenis mata uang yang berasal dari mancanegara seperti Tiongkok, Burma, India Selatan maupun Thailand dan Muang Thai.
Eksistensi situs Kota Cina dan situs sejarah lainnya seperti situs Barus (abad ke-6) dan situs Portibi Tapanuli Selatan (abad ke-11) telah dicatat oleh Eric M. Oey (1991) sebagai situs kerajaan kuna (ancient kingdom) di Sumatra Utara. Lain daripada itu, terdapat situs lainnya seperti Kota Rentang (abad 12-13) dan Benteng Deli Tua (15-16). Kota Cina dipercaya merupakan bandar internasional yang sangat sibuk dengan frekuensi niaga yang cukup tinggi. Hal lain dibuktikan dengan banyaknya temuan keramik dan mata uang yang berasal mancanegara seperti Tiongkok, China, Vietnam, Burma, Srilangka dan Arab. Arus perdagangan yang tinggi tersebut terutama ditujukan untuk perolehan komoditas seperti Kapur Barus dan Kemenyan maupun stonewares dan earthenwares. Jika merujuk pada dinasti Cina, maka keramik dan tembikar tersebut berasal dari Song, Yuan dan Ming. Tidak mustahil apabila material tersebut dibawa langsung dari negara asalnya untuk diperdagangkan atau dipertukarkan dengan kemenyan atau Kapur Barus dengan masyarakat setempat.
Jalur perdagangan sungai (riverine) merupakan entrance ke pusat perdagangan seperti Kota Cina melalui sungai Deli, sungai Wampu dan sungai Sunggal yang bermuara ke Belawan (Belawan ertuary). Tentang hal ini, Anderson (1823) telah mengingatkan pentingnya jalur-jalur Sungai besar dan bermuara langsung ke Belawan. Lagipula, temuan bongkahan perahu yang ditemukan di Kota Cina menjadi bukti nyata bahwa kedua area ini menjadi bandar niaga yang padat dan sibuk. Hanya saja proses sedimentasi yang berlangsung ratusan tahun ini telah mengakibatkan daerah ini seakan menjauh dari laut.
Penutup
Situs yang telah ditemukan di pesisir pantai Timur Sumatra ini menandakan bahwa wilayah ini pernah menjadi bandar niaga bertaraf internasional sesuai zamanya, sekaligus menjadi centrum kerajaan Aru yang besar dan penting dalam menjelaskan peradaban Sumatra Timur. Namun, kekurang perhatian masyarakat dan instansi terkait terhadap situs-situs sejarah menjadi faktor utama (main factor) penyebab kemusnahan situs ini. Ironisnya, situs ini tidak terawat dan bahkan hampir musnah. Kota Cina telah diserobot dan diduduki oleh masyarakat dengan menjadikannya sebagai areal pemukiman dan pertanian. Ironisnya, observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perumahan telah berdiri di situs sejarah dimaksud. Oleh karena itu, sangat disayangkan apabila langkah-langkah preservasi terhadap situs ini tidak dilakukan, karena pada akhirnya akan melenyapkan eksistensi situs maha penting untuk menjelaskan jejak peradaban kota Medan dan Sumatera Timur di masa lalu.